BLOGING, BISNIS, KESEHATAN, KECANTIKAN, PELAJARAN, TEKNIK PROGAMMING, PELAJARAN, LAINNYA

Peristiwa PKI di Madiun


Peristiwa PKI di Madiun. Bagaimana jalan Peristiwa PKI di Madiun? Siapa saja tokoh-tokoh Peristiwa PKI di Madiun? Setelah kegagalan Amir Syarifuddin dalam mengatasi masalah Indonesia dengan Belanda sehingga harus menandatangani perjanjian Renville (wilayah Indonesia semakin sempit) membawanya membentuk Front Demokrasi Rakyat(FDR), sebuah front yang berideologi sosialis. Pengganti Amir Syarifuddin adalah Moh. Hatta. Selama Hatta mengupayakan penyelesaian konflik dengan Belanda, FDR selalu berusaha melakukan kegiatan yang menyebabkan muncul bentrokan fisik dengan para lawan politiknya. Seperti pada tanggal 5 Juli 1948 kaum buruh yang dibawah pengaruh FDR mengadakan pemogokan di Pabrik Karung Delanggu, Klaten. 5 hari kemudian terjadi bentrokan dengan Serikat Tani Islam (STII), dimana pemogokan ini ditentang oleh organisasi tani Masyumi.
  
Pada Agustus 1948, Musso (tokoh Komunis yang tinggal di Moskow sejak 1926) kembali ke Indonesia dan memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di Indonesia yang diberi nama “Jalan Baru”. Keadaan ini membuat Amir Syarifuddin dengan FDRnya bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 
Melalui kampanye-kampanye politiknya Musso mengecam kabinet Hatta, menurutnya hanya PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia, ia menuduh pemerintahan Hatta telah membawa Negara Indonesia pada “penjajahan baru” dalam bentuk lain. Meskipun mendapat kecaman dan tentangan keras dari Musso dengan FDR tetapi Hatta tetap melaksanakan programnya terutama Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera). Musso menentang karena dengan program ini menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI. Tetapi upaya Musso mengalami kegagalan karena kabinet Hatta didukung oleh partai besar seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.

Pertentangan politik tersebut meningkat menjadi insiden bersenjata di Solo awalnya hanya terjadi antara FDR/PKI dengan komunis (Tan Malaka yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat).  Insiden selanjutnya terjadi antara FDR/PKI dengan pasukan TNI. Tujuan insiden tersebut adalah menjadikan Surakarta sebagai daerah kacau (wild west), sedangkan daerah Madiun dijadikan basis gerilya. Sebagai puncaknya pada tanggal 18 September 1948, di Madiun tokoh-tokoh Madiun memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia sehingga terjadi pemberontakan PKI Madiun. Pihak pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan Radio Gelora Pemuda.
Djokosuyono sebagai gubernur Militer PKI menyatakan bahwa bagian terpenting dari revolusi adalah membersihkan tentara Republik Indonesia dari golongan reaksioner dan kolonial. Menurut Musso, Soekarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris serta hendak menjual tanah air kepada kaum kapitalis. Padahal persetujuan Renville yang mereka kecam merupakan hasil tokoh PKI sendiri, yaitu Amir Syarifuddin ketika menjabat sebagai Perdana Mentri.
Tindakan-tindakan yang dilakukan kaum pemberontak tersebut terlalu anarkis, seperti mereka menangkap para pejabat pemerintah, perwira TNI, pemimpin partai, alim ulama yang mereka anggap musuh untuk dibunuh secara besar-besaran. Bahkan banyak diantaranya yang dimasukkan ke dalam sumur dan dijadikan kuburan masal.

Upaya pemerintah untuk menindak gerakan tersebut adalah dengan mengajak rakyat Indonesia untuk menentukan sikap memilih Soekarno-Hatta atau memilih Musso-Amir. Pemerintah melakukan Gerakan Operasi Militer (GOM) I dengan pemimpin panglima Sudirman yang mengerahkan kekuatan TNI dan Polri dalam rangka mematahkan kekuatan pemberontak. Operasi ini dapat dilakukan dalam 2 minggu sehingga pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh TNI. Para pemberontak lari, dan dalam pengejaran Musso tertembak hingga meninggal. Operasi tersebut dilakukan hingga ke daerah-daerah lain dan dalam waktu 2 bulan operasi penumpasan ini dianggap selesai. Tetapi tokoh-tokoh yang tertangkap belum sempat diadili. Hal ini dikarenakan, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Agresi Militer yang kedua sehingga banyak tokoh PKI yang berhasil lolos. Akan tetapi, Amir Syarifuddin berhasil ditembak mati.


  • Tokoh-tokoh dalam peristiwa:


  1. Amir Syarifuddin (mantan perdana menteri yang jatuh setelah penandatanganan Perjanjian Renville)
  2. Muso (tokoh PKI yang pernah gagal dalam melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926)
  3. Soekarna-Hatta (pemimpin propaganda-propaganda anti pemerintah)
  4. Jenderal Sudirman
  5. Kolonel Gatot Subroto (Gubernur militer)
  6. Kolonel Sungkono
  7. Latar belakang penyebab peristiwa:
  8. Muso dan Amir Syarifuddin memprogandakan PKI beserta program-programnya. Aksi yang mereka lakukan memuncak dengan terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun. Tujuan pemberontakan ini untuk meruntuhkan Negara RI dan menggantikannya dengan Negara komunis.


Setelah kegagalan Amir Syarifuddin dalam mengatasi masalah Indonesia dengan Belanda sehingga harus menandatangani perjanjian Renville (wilayah Indonesia semakin sempit) membawanya membentuk Front Demokrasi Rakyat(FDR), sebuah front yang berideologi sosialis. Pengganti Amir Syarifuddin adalah Moh. Hatta. Selama Hatta mengupayakan penyelesaian konflik dengan Belanda, FDR selalu berusaha melakukan kegiatan yang menyebabkan muncul bentrokan fisik dengan para lawan politiknya. Seperti pada tanggal 5 Juli 1948 kaum buruh yang dibawah pengaruh FDR mengadakan pemogokan di Pabrik Karung Delanggu, Klaten. 5 hari kemudian terjadi bentrokan dengan Serikat Tani Islam (STII), dimana pemogokan ini ditentang oleh organisasi tani Masyumi.
  
Pada Agustus 1948, Musso (tokoh Komunis yang tinggal di Moskow sejak 1926) kembali ke Indonesia dan memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di Indonesia yang diberi nama “Jalan Baru”. Keadaan ini membuat Amir Syarifuddin dengan FDRnya bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 
Melalui kampanye-kampanye politiknya Musso mengecam kabinet Hatta, menurutnya hanya PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia, ia menuduh pemerintahan Hatta telah membawa Negara Indonesia pada “penjajahan baru” dalam bentuk lain. Meskipun mendapat kecaman dan tentangan keras dari Musso dengan FDR tetapi Hatta tetap melaksanakan programnya terutama Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera). Musso menentang karena dengan program ini menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI. Tetapi upaya Musso mengalami kegagalan karena kabinet Hatta didukung oleh partai besar seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.

Pertentangan politik tersebut meningkat menjadi insiden bersenjata di Solo awalnya hanya terjadi antara FDR/PKI dengan komunis (Tan Malaka yang tergabung dalam Gerakan Revolusi Rakyat).  Insiden selanjutnya terjadi antara FDR/PKI dengan pasukan TNI. Tujuan insiden tersebut adalah menjadikan Surakarta sebagai daerah kacau (wild west), sedangkan daerah Madiun dijadikan basis gerilya. Sebagai puncaknya pada tanggal 18 September 1948, di Madiun tokoh-tokoh Madiun memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia sehingga terjadi pemberontakan PKI Madiun. Pihak pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan Radio Gelora Pemuda.
Djokosuyono sebagai gubernur Militer PKI menyatakan bahwa bagian terpenting dari revolusi adalah membersihkan tentara Republik Indonesia dari golongan reaksioner dan kolonial. Menurut Musso, Soekarno-Hatta telah menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris serta hendak menjual tanah air kepada kaum kapitalis. Padahal persetujuan Renville yang mereka kecam merupakan hasil tokoh PKI sendiri, yaitu Amir Syarifuddin ketika menjabat sebagai Perdana Mentri.
Tindakan-tindakan yang dilakukan kaum pemberontak tersebut terlalu anarkis, seperti mereka menangkap para pejabat pemerintah, perwira TNI, pemimpin partai, alim ulama yang mereka anggap musuh untuk dibunuh secara besar-besaran. Bahkan banyak diantaranya yang dimasukkan ke dalam sumur dan dijadikan kuburan masal.

Upaya pemerintah untuk menindak gerakan tersebut adalah dengan mengajak rakyat Indonesia untuk menentukan sikap memilih Soekarno-Hatta atau memilih Musso-Amir. Pemerintah melakukan Gerakan Operasi Militer (GOM) I dengan pemimpin panglima Sudirman yang mengerahkan kekuatan TNI dan Polri dalam rangka mematahkan kekuatan pemberontak. Operasi ini dapat dilakukan dalam 2 minggu sehingga pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh TNI. Para pemberontak lari, dan dalam pengejaran Musso tertembak hingga meninggal. Operasi tersebut dilakukan hingga ke daerah-daerah lain dan dalam waktu 2 bulan operasi penumpasan ini dianggap selesai. Tetapi tokoh-tokoh yang tertangkap belum sempat diadili. Hal ini dikarenakan, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Agresi Militer yang kedua sehingga banyak tokoh PKI yang berhasil lolos. Akan tetapi, Amir Syarifuddin berhasil ditembak mati.

Akhir dalam peristiwa:
Berkat bantuan rakyat, pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil dikuasai oleh TNI. Dalam pelariannya Muso dan Amir Syarifuddin tewas tertembak. Selanjutnya dilakukan operasi pembersihan di daerah-daerah lain. Pada awal bulan Desember 1948 operasi tersebut dinyatakan selesai.







Tag : IPS
1 Komentar untuk "Peristiwa PKI di Madiun"

Cocok untuk makalah IPS saya ini gan.. :D

Back To Top